Kamis, 22 Oktober 2009

KULTUR KALUS DAN SEL

Induksi dan Kultur Kalus
Kalus adalah kumpulan sel-sel yang terbentuk dari sel-sel parenkhima yang membelah secara terus menerus dan tidak terorganisir. Di alam (in vivo) fenomena pembentukan kalus terjadi pada penyakit tumor tanaman yang disebabkan infeksi oleh mikroorganisme bakteri Agrobacterium tumefaciens pada bagian tanaman yang terluka akibat gigitan serangga atau nematoda. Kalus yang diinisiasi dan dipelihara dalam media secara in vitro dapat digunakan untuk tujuan mempelajari pertumbuhan dan perkembangan tanaman atau dieksploitasi untuk tujuan perbanyakan tanaman. Keberhasilan induksi kalus ditentukan oleh: (i) pemilihan bahan tanaman atau eksplan, dan (ii) media dan kondisi kultur yang cocok. Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ dan jenis tanaman yang berbeda akan menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Embrio zigotik muda dalam biji tanaman, hipkotil, kotiledon, daun dan batang muda adalah contoh-contoh eksplan yang sangat respon untuk pembentukan kalus.
Pembelahan sel dari jaringan eksplan yang membentuk kalus biasanya hanya terjadi dari bagian lapisan periphery saja. Menurut Yeoman (1970), hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (i) ketersediaan O2 yang lebih tinggi, (ii) keluarnya gas CO2, (iii) ketersediaan hara yang lebih banyak, (iv) penguapan yang lebih cepat dari penghambat yang bersifat folatik, dan (v) cahaya. Jaringan dari eksplan batang, akar atau daun terdiri dari berbagai macam sel sehingga akan menghasilkan kalus yang heterogenous. Bahkan jaringan yang tampak seragam secara histologi seperti pembuluh tembakau dan akar ercis menghasilkan kalus dengan sel dengan DNA yang berbeda karena tingkat ploidi yang berbeda (Yeoman, 1970; Torey, 1961 dalam Gunawan, 1988). Heterogenitas dari sel-sel yang membentuk kalus selain berasal dari materi asalnya juga dapat terjadi karena masa kultur yang panjang melalui subkultur yang berulang-ulang. Menurut Gunawan (1988), perubahan dapat terjadi karena: (i) aberasi kromosom, (ii) mutasi gen, (iii) endoreduplikasi yang menghasilkan poliploidi, (iv) transposisi urutan DNA, (v) amplifikasi gen atau (vi) hiangnya satu gen.
Agar kalus dapat dijaga pertumbuhannya dan dapat diperbanyak secara berkesinambungan, maka perlu dipindahkan secara teratur pada media baru dalam jangka waktu terentu (subkultur). Apabila kalus disubkultur pada media agar yang dilakukan secara regular, maka akan menunjukkan fase pertumbuhan kurva S (sigmoid). Phillips et al., (1995) membagi lima fase pertumbuhan kalus, yaitu:
• Fase lag, dimana sel-sel mulai membelah;
• Fase eksponensial, dimana laju pembelahan sel berada pada puncaknya;
• Fase linear, dimana pembelahan sel mengalami perlambatan tetapi laju ekspansi sel meningkat;
• Fase deselerasi, dimana laju pembelahan dan pemanjangan sel menurun, dan;
• Fase stationer, dimana jumlah dan ukuran sel tetap.

Menurut Thorpe (1982), kalus yang dipelihara dalam kultur sering mengalami perubahan sejalan dengan waktu, antara lain karena: (i) hilangnya hormon pertumbuhan yang diperlukan; (ii) hilangnya potensi morfogenetik, dan (iii) perubahan tekstur morfologis dari jaringan (jaringan yang ”friable”). Semua perubahan tersebut akan menurunkan daya regenerasi jaringan. Dalam beberapa kasus kehilangan daya morfogenetik dari kalus tersebut dapat dikembalikan dengan cara memindahkan kalus pada media yang mengandung sitokinin pada konsentrasi tinggi dalam periode kultur yang singkat atau melakukan subkultur yang berulang pada media untuk pembentukan tunas (Rice, et al., 1978).

2. Kultur Suspensi Sel
Suspensi sel adalah kumpulan atau agregat-agregat sel yang berasal hasil pemindahan potongan kalus kedalam botol kultur berisi medium cair yang disimpan di atas alat penggojok (“gyratory shaker”). Penggojokan dilakukan untuk tujuan penyediaan aerasi bagi sel-sel tersebut, pemecahan gumpalan sel menjadi agregat yang kecil atau sel tungal dan untuk distribusi sel yang merata dalam media kultur. Inisiasi kultur suspensi sel umumnya dilakukan dengan cara yang sederana yaitu dengan memindahkan kalus segar kedalam media cair dalam botol erlenmeyer dan dikocok dengan meletakannya diatas shaker dengan kecepatan antara 70-100 rpm (Gambar D-4.2).
Umumnya sel-sel dalam suspensi menunjukkan laju pembelahan sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel-sel dalam kultur kalus. Oleh karena itu suspensi sel memberikan keuntungan apabila kita menginginkan pembelahan sel yang cepat dan generasi sel yang banyak atau apabila diperlukan aplikasi perlakuan yang seragam selama prosedur seleksi sel. Pertumbuhan suspensi sel dapat dimonitor berdasarkan satuan volume sel yang berkorelasi dengan pertumbuhan berat segar. Densitas sel dapat diperkirakan dan dipantau mengunakan alat hemacytometer.
Kultur suspensi sel merupakan metoda yang cocok untuk mempelajari metabolisme sel, pengaruh berbagai persenyawaan ada sel, serta diferensiasi sel. Aplikasi kultur suspensi sel banyak digunakan sebagai: (i) sumber sel untuk mendapatkan protoplasma; (ii) sumber sel yang akan diberi perlakuan induksi mutasi; (iii) bahan untuk mempelajari hubungan inang dan penyakit dalam fitopatologi; (iv) metoda produksi bahan metabolit sekunder; dan (v) sumber sel untuk media seleksi.
Sisitim pemeliharaan suspensi sel dapat dilakukan dengan cara kultur batch dan continous. Pada kultur suspensi sel batch, kultur dipelihara dalam media dengan volume tetap tetapi dengan konsentrasi hara yang berubah sesuai dengan tingkat pertumbuhan sel. Pada sistim ini biomasa sel akan bertambah sesuai kurva sigmoid dan setelah mencapai masa tertentu sel akan berhenti membelah karena kehabisan hara atau akumulasi senyawa metabolik yang bersifat toksik. Setelah mencapai fase ini biakan harus diperbaharui dengan cara mensubkultur sebagian sel pada media baru. Suspensi sel dengan sistim berkelanjutan (continuous system) merupakan kultur sel jangka panjang denan suplai hara yang konstan dalam wadah yang relatif lebih besar. Pada sistim ini media kultur dapat ditambahkan atau ganti dengan media baru sehingga sel-sel baru dapat terus dihasilkan. Kultur sel kontinyu terdapat dua tipe yaitu tipe tertutup (closed type) dan tipe terbuka (open type). Pada tipe tertutup, sel akan bertambah terus tanpa dipanen dan hanya media yang disirkulasi. Sedangkan pada tipe terbuka, penambahan media baru disertai dengan pemanenan sel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar