Selasa, 20 Oktober 2009

SEKILAS TENTANG JATI DAN KULTUR JARINGAN

TINJAUAN PUSTAKA

Jati ( Tectona grandis Linn. ) telah lama dikenal dengan tanaman yang berkualitas dengan kondisi kelas kuat dan keras awetnya yang tinggi, tanaman jati banyak digunakan untuk bahan bangunan maupun barang kerajinan. Sehingga produk berbahan jati biasa daya jualnya tinggi baik di nasional maupun di internasional.

Jati merupakan tanaman asli di bagian besar jazirah India, Myanmar, Thailan bagian barat, Indonesia, sebagian jawa serta beberapa pulau kecil di indonesia seperti Muna (Sulteng).

Masyarakat tahu bahwa kayu jati tahan lama dan kuat sehingga mereka memanfaatkan sebagai bahan bangunan, mebel dan sebagainya. Banyak negara yang menyukai produksi berbahan jati tersebut sehingga bermunculan negara produsen, termasuk indonesia. Upaya pemanfaatan sumber daya jati alam di negara produsen di berbagai wilayah potensial mulai berkembang sejak abab-9. Sayangnya upaya tersebut tidak diikuti oleh upaya penanaman kembali sehingga pemanfaatannya relaif kurang terkendali. Akibatnya, terjadi kerusakan dan kemunduran produksi. Keadaan ini dapat dilihat, karena tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakan mengenai fungsi biologis dan manfaat sosial - ekonomi hutan serta teknis budidaya relatif belum berkembang. Sebagai contoh, perkembangan pola penanaman jati di wilayah hutan Malabar antar tahun 1840-1855 tercatat sekitar 600 hektar. Selanjutnya, upaya penanaman juga dilakukan di berbagai negara seperti di Myanmar (Burma), Thailand, dan Indonesia. (Sumarna Y. 2001)

Upaya pembinaan kelestarian produksi tersebut ternyata mendapat kendala karena untuk memperoleh nilai produksi yang optimal tanaman jati secara konvensional relatif memerlukan waktu yang cukup lama (± 80 tahun). Namun sejalan dengan pengembangan ilmu dan teknologi, sekarang telah tersedia tanaman jati hasil rekayasa teknis, seperti jati prima, jati emas, jati super. Klon atau kultivar yang dihasilkan dari rekayasa teknis tersebut diharapkan mempunyai daur produksi yang lebih pendek dari jati konversional. Dengan demikian dalam waktu yang relatif singkat atau pendek (±15 tahun) dapat diperoleh nilai yang menjanjikan (Sumarna Y. 2001)

A. Sekilas Tentang Jati (Tectona grandis Linn f.)

1. Klasifikasi tanaman jati

Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia berasal dari India, tanaman ini mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn, f.

Secara historis nama tectona berasal dari bahasa portugis (tekton) yang berarti tumbuhan yang memiliki kualitas tinggi. Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan nama teck atau teak baun, sedangkan di inggris dikenal dengan nama teak. (Sumarna Y. 2001)

Dalam sistem klasifikasi tanaman jati mempunyai penggolongan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn. f.

2. Ciri Morfologi Tanaman Jati

Secara morfologis tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai 30-40 meter, dengan pemangkasan batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15-20 meter. Diameter batang mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu - abu yang mudah terkelupas, pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar 4 daun berbentuk oppossite (bentuk jantung membulat dengan ujung meruncing), berukuran panjang 20 - 50 cm dan lebar 15 - 40 cm, permukaannya berbulu. Daun muda berwarna hijau kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua kelabuabuan.

Bunga jati bersifat majemuk yang terbentuk dalam malai. Panjang malai antara 60 - 90 cm dan lebar antara 10 - 30 cm. Bunga jantan (benang sari) dan betina (kepala putik) beberapa dalam satu bunga (monoceus). Berwarna putih berukuran 4 - 5 mm (lembar) dan 6-8 mm (panjang), kelopak bunga (calyx) berjumlah 5 - 7 dan berukuran 3 - 5 mm. Mahkota bunga (carolla) tersusun melingkar berukuran sekitar 10 mm. Tangkai putik (stamen) berjumlah 5 - 6 buah dengan filamen berukuran 3 mm, antera memanjang berukuran 1 - 5 mm akan menghasilkan buah berukuran 1 - 1,5 mm. (Sumarna Y. 2001).

3. Pertumbuhan Jati

Buah jati berkeping dua dengan kotyledon berukuran 5 - 6 mm, epikotil akan tumbuh tegak menghasilkan organ batang dan pada ujung batang akan menghasilkan daun muda dengan bentuk membulat dan berwarna hijau atau kemerahan. Tahapan anak jati ditunjukkan oleh warna akar primer yang putih - kuning, akar sekunder tumbuh relatif sedikit kemudian dilanjutkan dengan tumbuhnya tunas atau daun berwarna hijau muda dan berukuran antara 7,55 - 15,5 cm (panjang). Setelah menghasilkan daun 6 - 9 helai anakan tumbuh memanjang hingga mencapai 1,5 - 3,5 cm.

Secara fisiologis, tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun (deciduous) pada saat musim kemarau, antara bulan November- Januari. Setelah gugur daun akan tumbuh lagi pada bulan Februari atau Maret. Terjadinya proses gugur daun ini tidak sama antara jati yang ada di Indonesia dengan yang ada di negara lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi iklim, musim, variasi, hujan dan panas serta komposisi tanah yang berbeda akibat geologis dan geografis.

Masa pembungaan akan berlangsung antara bulan Juni-Agustus atau September. Buah yang terbentuk akan masak sekitar bulan November dan akan atuh sekitar bulan Februari atau April. Buah jati termasuk ringan antara 1,1 - 2,8 g tergantung jenisnya.

Buah jati akan jatuh bertahap, buah jati mengandung jumlah biji yang bervariasi antara 1 - 6 butir. Namun pada umumnya buah jati berisi 1 - 2 biji yang sempurna sehingga secara normal setiap buah jati pada dasarnya dapat diharapkan menghasilkan minimum satu anakan jati baru hasil pembibitan generatif (dari biji). (Sumarna Y. 2001).

4. Sifat-Sifat Umum Tanaman Jati

Tanaman jati yang tumbuh di alam dapat menapai diameter 220 cm. Namun, umumnya jati dengan diameter 50 cm sudah di tebang karena banyaknya permintaan. Bentuk batang tidak teraur serta beralur. Warna kayu teras ( bagian tengah ) cokelat muda, coklat merah tua atau merah – cokelat. Sedangkan warna kayu gubal (bagian luar teras hingga kulit) putih atau kelabu kekuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah serat lurus dan tegak terpadu, permukaan kayu licin agak berminyak dan memiliki gambar yang indah.

Kambium jati memiliki sel-sel yang menghasilkan perpanjangan vertikal dan horizontal, dimulsi dengan berkembangnya inti sel berbentuk oval secara memanjang, kemudian akan membelah menjadi 2 sel dan seterusnya.

Sifat kimia kayu jati memiliki kadar selulosa 45,5 %, Lignin 29,9 %, Pentosan 14,4 %, Abu 1,4 %, dan silika 0,4 % serta nilai kalor 5,081 / g. Sifat tanaman jati konvesional akan sangat ditentukan oleh kondisi lahan, iklim serta lingkungan tempat tumbuh. Pada kawasan hutan kawasan hutan dataran rendah dengan kandungan hara optimal, curah hujan antara 750 - 1500 mm/ th, suhu udara nisbi 34 - 42oC, dan kelembaban sekitar 70 %, akan di proleh kualitas produk kayu yang memiliki struktur kambium dengan tebal, kulit kayu antara 0,4 - 1,8 cm, serta halus berwarna coklat terang, sedangkan bagian teras berwarna cokelat-cokelat tua dan cokelat keemasan. (Sumarna Y. 2001).

  1. Manfaat

Dengan kondisi kelas kuat dan awet yang tinggi, kayu jati hingga saat ini banyak dibutuhkan dalam industri properti seperti untuk kayu lapis, rangka, pintu, maupun jendela. Selai itu, dengan propil yang ditunjukkan oleh garis lingkar tumbuh yang unuk dan bernilai artistik tinggi, jati diutuhkan para seniman pahat dan pengrajin industri furniture untuk dijadikan berbagai bentuk barang jadi, misalnya mebel dan berbagai jenis barang kerajinan rumah tangga. Karena kekuatannya pula, kayu jati digunakan sebagai bahan untuk bak pada angkutan truk, tiang dan lain sebagainya.

Tanaman jati tergolong pula sebagai tanaman berkhasiat obat. Bunga jati dapat di gunakan sebagai obat bronchitis, billiousness, dan obat untuk melancarkan serta membersihkan kantung kencing. Bagian buah atau benihnya dapat digunakan sebagai obat diuretik. Adapun ekstrak daunnya dapat menghambat kinerja bakteri tuberkolosa. Selain berfungsi sebagai bahan obat, daun jati dapat digunakan sebagai bahan pewarna kain. Tidak hanya bagian tanaman saja yang berguna, limbah produksi berupa cabang dan serbuk gergaji pun dapat diproses menjadi briket arang yang memiliki kalori tinggi. ( Sumarna Y. 2001 ).

  1. Prospek

Produk bahan baku jati memiliki pangsa pasar yang luas, baik dalam maupun luar negeri, karena jati termasuk kayu yang berkualitas tinggi. Kebutuhan dalam negeri sampai saat ini belum terpenuhi semua. Dengan kebutuhan yang belum terpenuhi dan di dukung dengan nilai jual yang tinggi, usaha penanaman jati mempunyai peluang yang bagus.

Walaupun harganya sangat menggiurkan, usaha budi daya jati membutuhkan investasi yang tinggi sampai tanaman berproduksi (sekitar 12 - 15 tahun untuk tanamn yang berasal dari bibit kultur jaringan). (Sumarna Y. 2001).

B. Teknik Kultur Jaringan

Teknik kultur in-vitro diartikan sebagai kultur dalam wadah gelas bening (wadah tertutup yang tenbus cahaya). Dasar metode kultur jaringan adalah bahwa setiap sel dari bagian manapun dari tumbuhan yang diambil mempunyai informasi genetik dan sarana fisiologi tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap kembali apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai, kemampuan inilah yang disebut dengan totipotensi. Oleh karena itu perbanyakan secara in-vitro merupakan satu cara untuk mendapatkan bibit yang homogen, sama dengan induknya (true-to-type) yang dapat berhasil dalam sekala besar.

Upaya untuk mendapat bibit jati unggul maka dilakukan secara in-vitro (kloning). Kultur jaringan banyak dihubungkan dengan teknik pengklonan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kultur jaringan merupakan dasar dari sistem pengklonan gen untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Kloning dilakukan untuk menghasilkan tanaman jati ungul yang sempurna dalam jumlah yang tidak terbatas.

Mekanisme kultur jaringan melalui pemisahan sebagian kecil organ tanaman, teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman seperti protoplasma sel, tunas tanaman, pucuk tanaman, meristem daun, meristem akar yang dikembangkan dalam media buatan aseptik ( bebas dari mikroorganisme parasit ) yang mengandung nutrisi, makro serta mikro, senyawa organik yang meliputi vitamin, gula, dan sejenisnya, zat pengatur tumbuh dalam wadah atau medium yang terkontrol dalam kondisi lingkungan yang sesuai atau medium yang aseptik.

Perbanyakan jati unggul secara kultur jaringan dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu di laboratorium meliputi inisiasi, tahapan multiflikasi, dan tahapan perakaran dan setelah dari laboratorium dibawa keluar dan diaklimatisasi.

Perbanyakan secara kultur jaringan merupakan bagian dari bioteknologi yang dikembangkan dalam upaya untuk mendapatkan benih unggul dalam waktu yang relatip singkat. Dengan kegiatan ini sejumlah pohon-pohon mempunyai kualitas unggul dapat dikembangkan dalam jumlah tak terbatas.

Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture. Kultur adalah budidaya sedangkan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yangmempunyai sifat seperti induknya.

Kultur jaringan juga disebut dengan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel, sekelompok sel, jaringan, organ, protoplasma serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat dengan sifat dan kualitas yang sama dengan tanaman induk. (Suryowinoto, 1991).

Teknik kultur jaringan umumnya didasarkan atas konsep yang dikemukakan Schleiden dan Schwan yang dinamakan totipotensi sel. Artinya secar teoritas tiap-tiap sel dari mana saja yang diambil akan mampu tumbuh menjadi tanaman yang sempurna, apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai. Semua sel di dalam tumbuhan mempunyai susunan genetik yang sama. Oleh karena itu jika di isolasi suatu sel atau potongan jaringan dari organ tumbuhan dan membiarkan sel-sel potongan jaringan membelah, memperbanyak dan berdiferensiasi pada medium buatan secara steril untuk membentuk suatu tanaman baru maka akan dihasilkan tanaman baru yang mempunyai sifat genetik yang identik dengan tanaman induk.

Pertumbuhan dan perkembangan dari kegiatan kultur jaringan di pengaruhi oleh sejumlah faktor yang komplek yaitu:

1. Bahan Tanam

Budidaya jaringan tanaman dimulai dari pemilihan eksplan antara lain menyangkut bagian organ yang di pakai, umur dan kondisi tanaman, kemungkinan besarnya persentase kontaminasi dan cara sterilisasi, mudah tidaknya bahan didapat dari besarnya potongan jaringan.

Penelitian tentang kultur jaringan tanaman keras pada umumnya ditujukan untuk perbanyakan klon untuk penediaan eksplan. Karena pohon atau tanaman keras pada umumnya memiliki jaringan telah tua meskipun di beberapa bagian ada yang bersifat meristematis. Untuk itu eksplan yang umum digunakan adalah seedling yang dikecambahkan secara steril. Sedling yang dikecambahkan secara steril digunakan sebagai sumber eksplan. Yang biasanya dipakai adalah embrio, ujung atang, tunas axiler, kotiledon dan sebagainya. (Pierik, 1987)


2. Keadaan Aseptik

Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat dari eksplan baik internal maupun eksternal, organisme kecil yang masuk dalam media, air yang digunakan, botol kultur atau alat-alat tanaman yang kurang steril lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara), kecerobohan dalam pelaksanaan. Dengan demikian sterilisasi merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan kultur jaringan. Sterilisasi yang utama harus dilakukan adalah sterilisasi ruang, alat dan bahan. ( Gunawan L. W. 1992 )

3. Medium Tumbuh

Salah satu keberhasilan kultur jaringan adalah pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang sesuai pada medium budidaya.medium tanam harus semua berisi semua zat yang diperlukan untuk menjamin pertumbuhan eksplan. Bahan, hahan yang diramu berisi campuran garam mineral sumber unsur makro dan unsur mikro, gula, protein, vitamin, dan hormon tumbuh. Formula garam-garam anorganik dari Murashige dan Skoog (MS) merupakan media yang sangat efektifuntuk berbagai jenis tanaman berkayu. Medium MS lebih banyak dipakai karena unsur-unsur dan persenyawaannya lebih lengkap. (Suryowinoto, 1991).

4. Lingkungan Fisik Kultur Jaringan

Kondisi yang optimum diperlukan untuk keberhasilan kultur jaringan. Kondisi ini meliputi suhu,cahaya, temperatur, kelembaban, dan pH. Kisaran suhu yang palng umum dugunakan 25-27o C. Kelembaban udara ruang tumbuh biasanya dijaga agar tetap 70 %. Intensitas cahaya menurut Murasige (1974) dibagi menjadi 3 fase yaitu fase I : saat pekerjaan dimulai, intensitas yang diperlukan berkisar antara 1.000-3.000 lux ; fase II dan III : saat berlangsungnya proses perbanyakan tunas digunakan penyinaran selama 16 jam dalam sehari. (Pierik, 1987).

5. Substansi Organik

Hormon tanaman adalah suatu senyawa organik yang disintesis dalam suatu bagian tanaman, kemudian diangkut kebagian tanaman yang lain yang pada konsentrasi sangat rendah akan menyebabkan suatu dampak fisiologis. Hormon yang biasa digunakan adalah auksin, sitokinin, dan giberalin. (Lakitan,1996)

6. Vitamin

Vitamin merupakan bahan kimia organik. Vitamin yang sering dugunakan dalam media kultur jaringan adalah Thiamine (Vitamin B1), asam nikotinik dan pyridoxine (Vitamin B6). Thiamin merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan. Bahan-bahan organik umumnya peka terhadap suhu tinggi dan cahaya, selai itu zat organik dalam bentuk larutan mudah mengalami perubahan. Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam sistem enzim dan dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. ( Gunawan L. W. 199 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar